بسم الله الرحمن الرحيم
Segala
puji hanya kami persembahkan untuk-Mu, wahai yang tidak memiliki
sekutu, tiada tanding tiada banding. Maha Tinggi dan Maha Suci Engkau
dari sifat-sifat makhluk, tiada sesuatu pun juga sebelum-Mu, juga tiada
apapun yang menyertai-Mu. Engkau Yang pertama tanpa permulaan, akhir
tanpa batas. Tiada suatu pun makhluk yang menyerupai-Mu. Maha Suci
Engkau untuk memiliki ruang ataupun waktu, pujian seorang hamba yang
mengakui keesaan-Mu, memahasucikan-Mu dari batas dan ujung.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat. (QS.
Asy-Syûrâ [42]: 11). Shalawat teriring salam semoga Allah limpahkan
pada panutan kita, penyejuk mata dan hati kita Al-Mushthafa beserta
keluarga dan sahabatnya.
Menanggapi maraknya komentator bodoh dari kelompok wahabi-salafi yang
gemar menyesatkan dan meng-klaim diri mereka sebagai ahlussunnah wal
jama’ah, tetapi juga mengkafirkan tokoh-tokoh sunni karena beraqidah
Asy‘ari atau shufi, yang sering kita dengar dari para penceramah pemecah
belah ummat dari radio dan media lain, khususnya radio Yang menyesatkan dan
gerombolan-nya, kami berkewajiban menjelaskan yang sebenarnya sebagai
seorang muslim, agar umat ini tidak tertipu dengan propaganda mereka.
Kebodohan, hawa nafsu, bid’ah dan pelanggaran terhadap apa yang Allah
SWT turunkan akan semakin meningkat dengan semakin jauhnya manusia dari
era kenabian dan masa salaf shalih. Kini, kita berada di masa munculnya
sebagian orang dengan berbagai macam tindakan nyeleneh sebagai
fokus utama, menyalahi salaf umat, ahlussunnah wal jamaah, bercirikan
Asya’irah dan Maturidiyah. Bahkan mereka membalikkan fakta, menganggap
diri mereka ahlussunnah, menganggap ahlussunnah sebagai ahli bid’ah,
mengaku sebagai pengikut salaf padahal salaf terbebas dari mereka.
Mustahil ada salaf yang bodoh, menyerukan dan menyamakan Allah SWT
dengan makhluk, karena mereka adalah hamba-hamba Allah SWT terbaik, dan
mendapat pengakuan baik secara langsung dari pemimpin seluruh manusia,
Rasulullah SAW.
Perlu diketahui, ahlussunnah wal jamaah, para pengikut Imam Abu Hasan
Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi, mereka adalah para pengikut
salaf, pengikut empat madzhab; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan
para tokoh Hanabilah. Mereka adalah mayoritas terbesar umat ini,
imam-imam agama yang lurus ini. Kami ikuti para pemberi petunjuk itu
dengan sepenuh hati. Terdapat berita gembira berupa isyarat untuk kedua
imam ini dan para pengikutnya dalam sabda Rasulullah SAW. Juga terdapat
isyarat yang mengabaikan siapapun yang menyalahi mereka, mereka terlepas
dari islam layaknya anak panah terlepas dari busur. Berikut jelasnya;
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW., beliau bersabda,
أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوبًا الْإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
“Penduduk
Yaman mendatangi kalian. Mereka adalah manusia yang paling halus
nurani, paling lembut hati. Keimanan (terbaik adalah) iman (penduduk)
Yaman, dan hikmah (terbaik adalah) hikmah (penduduk) Yaman.”[1]
Juga disebutkan dalam hadits Al-Bukhari; diriwayatkan dari Umran bin Hushain ra., ia berkata,
جَاءَتْ
بَنُو تَمِيمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ أَبْشِرُوا يَا بَنِي تَمِيمٍ قَالُوا أَمَّا إِذْ بَشَّرْتَنَا
فَأَعْطِنَا فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَجَاءَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى إِذْ لَمْ يَقْبَلْهَا
بَنُو تَمِيمٍ قَالُوا قَدْ قَبِلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Bani
Tamim mendatangi Rasulullah SAW. kemudian beliau bersabda,
‘Bergembiralah wahai Bani Tamim.’ Mereka bilang, ‘Kalau engkau memberi
kami berita gembira, maka berilah kami (harta).’ Wajah Rasulullah SAW.
berubah (karena marah), kemudian beberapa orang Yaman datang lalu nabi
SAW. bersabda, ‘Terimalah berita gembira jika Bani Tamim tidak mau
menerimanya.’ Bani Tamim kemudian berkata, ‘Kami terima, wahai
Rasulullah’.”[2]
Abu Musa Al-Asy’ari adalah orang Yaman. Al-Bukhari memberi judul hadits
di atas sebagai berikut; bab: kedatangan orang-orang Asy’ari dan
penduduk Yaman. Abu Musa meriwayatkan dari nabi SAW. bersabda, beliau
bersabda, “Mereka golonganku, dan aku juga berasal dari mereka.”[3]
Allah SWT. berfirman,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS.
Al-Mâ`idah [5]: 54) Nabi SAW. bersabda, “Mereka adalah kaum orang ini.”
An-Nasa`i menepukkan tangan ke dada Abu Musa Al-As’yari ra.[4]
Syaikhul Islam Imam Tajuddin As-Subki rhu. menjelaskan, Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam At-Tabyîn[5]
menyebutkan hadits-hadits terkait hal ini. Singkat katanya sebagai
berikut; ulama kita menjelaskan, Nabi SAW. memberikan isyarat berita
gembira untuk Abu Hasan Al-Asy’ari, seperti halnya Nabi SAW. memberi
berita gembira berupa isyarat untuk Abu Abdullah Asy-Syafi'i rhu. dalam
hadits, “Seorang ahlul ilmi dari Quraisy memenuhi seluruh penjuru bumi dengan ilmu.”[6] Berita gembira untuk Malik dalam hadits,
يُوشِكُ
أَنْ يَضْرِبَ النَّاسُ أَكْبَادَ الْإِبِلِ يَطْلُبُونَ الْعِلْمَ فَلَا
يَجِدُونَ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْ عَالِمِ الْمَدِينَةِ
“Sudah
hampir tiba masanya, orang-orang menunggangi unta (untuk mencari ilmu),
mereka tidak menemukan seorang alim pun yang lebih pandai melebihi
seorang alim dari Madinah.”[7]
Di antara para hafidz dan ahli hadits yang setuju dan sependapat dengan
takwil di atas –maksudnya takwil terkait Imam Asy’ari- adalah Al-Hafidz
Abu Bakar Al-Baihaqi seperti yang disampaikan oleh Yahya bin Fadhl
Al-Umari dalam bukunya; bercerita kepada kami, Wahb bin Jarir dan Abu
Amir Al-Aqadi bercerita kepada kami, keduanya berkata, “Saat turun ayat
ini ‘Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 54) Nabi SAW. berisyarat menunjuk ke arah Abu Musa, beliau bersabda, “Mereka adalah kaum orang ini.”
Al-Baihaqi menjelaskan, Imam Abu Hasan Al-Asy’ari memiliki keutamaan
dan tingkatan mulia, karena beliau berasal dari kaum Abu Musa Al-Asy’ari
dan keturunannya yang diberi ilmu dan pemahaman, mereka diberi
keistimewaan memperkuat sunnah dan menghancurkan bid’ah dengan
memperlihatkan hujah dan menampik syubhat. Tepat jika Rasulullah SAW.
mengisyaratkan kaum Abu Musa sebagai kaum yang dicintai Allah SWT dan
mereka juga cinta Allah SWT karena Nabi SAW tahu kebenaran agama dan
keyakinannya yang kuat. Karena itu, siapapun yang mengikuti mereka dalam
ilmu ushul, menafikan syubhat, berpijak pada kitab Allah SWT dan sunnah
Rasulullah SAW., ia termasuk dalam golongan mereka. Demikian penjelasan
Al-Baihaqi.
Kami (Imam Tajuddin As-Subki) menyatakan, namun kami tidak memastikan
atas Rasulullah SAW, kemungkinan Rasulullah SAW menepuk dada Abu Musa
Al-Asy’ari dalam kisah hadits di atas adalah sebagai isyarat kabar
gembira untuk keturunannya yang kesembilan, yaitu Syaikh Abu Hasan. Nabi
SAW. memiliki sejumlah isyarat yang hanya difahami oleh mereka yang
mendapat taufiq dan diteguhkan oleh cahaya Allah SWT., mereka yang
memiliki ilmu mendalam dan memiliki mata batin yang memburat. Allah SWT.
berfirman,
وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
“Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” (QS. An-Nûr [24]: 40)
Diriwayatkan dari Mujahid terkait firman Allah SWT.,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS.
Al-Mâ`idah [5]: 54) Ia berkata, “Mereka adalah suatu kaum dari Saba’.”
Ibnu Asakir berkata, “Para pengikut Asy’ari adalah kaum dari Saba’.”
Ulama kita menjelaskan, Nabi SAW. tidak menyampaikan suatu hadits pun
tentang ushuluddin seperti yang beliau sampaikan kepada kalangan
pengikut Asy’ari. Mereka adalah kaum yang secara khusus diberi ilmu
seperti yang mereka minta kepada Rasulullah SAW. Disebutkan dalam kitab
shahih Al-Bukhari;
إِنِّي
لَجَالِسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ
جَاءَهُ قَوْمٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى يَا بَنِي
تَمِيمٍ قَالُوا بَشَّرْتَنَا فَأَعْطِنَا فَدَخَلَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ
الْيَمَنِ فَقَالَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى يَا أَهْلَ الْيَمَنِ إِذْ لَمْ
يَقْبَلْهَا بَنُو تَمِيمٍ قَالُوا قَبِلْنَا جِئْنَاكَ لِنَتَفَقَّهَ فِي
الدِّينِ وَلِنَسْأَلَكَ عَنْ أَوَّلِ هَذَا الْأَمْرِ
“Suatu
ketika aku duduk di dekat Nabi SAW, tidak diduga ada sekelompok kaum
dari Bani Tamim mendatangi beliau, beliau bersabda, ‘Terimalah kabar
gembira, wahai Bani Tamim.’ Mereka bilang, ‘Kalau engkau memberi kami
berita gembira, maka berilah kami (harta).’ Kemudian beberapa orang dari
Yaman datang lalu nabi SAW bersabda, ‘Terimalah berita gembira wahai
penduduk Yaman, jika Bani Tamim tidak menerimanya.’ Bani Tamim berkata,
‘Kami terima, kami datang untuk mendalami agama dan menanyakan awal mula
agama ini’.”
Demikian matan salah satu riwayat Al-Bukhari. Riwayat lain menyebutkan;
“Kami datang untuk menanyakan urusan (agama) ini kepadamu.” Beliau
menjawab, “Allah ada sementara tidak ada sesuatupun ada selain-Nya.”[8] Riwayat lain menyebutkan; “Dan
tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, ‘Arsy-Nya berada di atas air,
kemudian Ia menciptakan langit dan bumi, menuliskan takdir segala
sesuatu.”[9] Demikian penjelasan Imam Subki.[10]
Tajuddin Subki juga menjelaskan, perlu diketahui, Abu Hasan tidak
menciptakan pendapat ataupun madzhab baru, ia hanya menegaskan
madzhab-madzhab salaf, membela faham dan amalan para sahabat Rasulullah
SAW. Berafiliasi pada salaf tidak lain adalah sebagai ungkapan untuk
mengikuti dan berpegang teguh pada jalan yang ditempuh salaf, menegakkan
bukti-bukti nyata dan hujah kepadanya. Maka, siapapun yang mengikuti
dan meneladani Abu Hasan dalam menarik kesimpulan berbagai dalil, dia
disebut Asy’ari (pengikut Asy’ari).[11]
Demikian penjelasan terkait Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Sementara
terkait Imam Abu Manshur Al-Maturidi, terdapat berita gembira untuknya
berupa isyarat sabda Nabi SAW.,
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Kalian akan menaklukkan Kostantinopel, pemimpin terbaik adalah pemimpin pasukan itu, dan pasukan terbaik adalah pasukan itu.”[12]
Seperti diketahui, yang menaklukkan Kostantinopel adalah Muhammad
Al-Fatih, ia bermadzhab Hanafi-Maturidi dan seorang sufi, dan pasukan
yang dimaksud adalah para pengikut Asy’ari dan Maturidi. Andai mereka
adalah kelompok Jahmiyah, Muaththilah dan orang-orang musyrik seperti
yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam An-Nûniyyah,[13] bagaimana mungkin mendapat pujian dari Rasulullah SAW.
Kesepakatan para ahlul ilmi menyebut Imam Abu Manshur Al-Maturidi dengan julukan imamul huda
(imam petunjuk) sudah cukup membuktikan keutamaan yang beliau miliki.
Allah SWT. melakukan apapun yang Ia kehendaki dan Ia ridhai.
Sekelumit dari isyarat Rasullah SAW tentang ahlussunnah agar kita lebih
yakin dan tidak mudah terombang ambing oleh dakwah bodoh orang-orang
yang menisbahkan diri pada salaf dan bahkan sahabat, padahal itu hanya
lamunan yang tak akan bisa di buktikan keotentikan nisbah kaum wahabi
salafi pada salaf baik dari nasab, sanad dan apapun selain klaim belaka.
Jika mereka pengikut salah wajah mereka tak akan masam seperti yang
banyak kita saksikan.
Muhammad Ahmad.
[1] Shahih Al-Bukhari, kitab: peperangan, bab: kedatangan Al-Asy’ari dan penduduk Yaman, hal: 744, hadits nomor 4388.
[2] Shahih Al-Bukhari, kitab: peperangan, bab: kedatangan Al-Asy’ari dan penduduk Yaman, hal: 744, hadits nomor 4386.
[3] Ibid.
[4] Hadits dengan matan di atas diriwayatkan oleh Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam Tabyin Kadzib Al-Muftari, hal: 49, juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (12/123) nomor 12311, Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (17/371), nomor 1016, dan lainnya dari Iyadh Al-Asy’ari. Al-Hafidz Al-Haitsami menyatakan dalam Majma’ Az-Zawa`id (7/80), seluruh perawi hadits ini adalah para perawi riwayat kitab shahih.
[5] Baca; Tabyin Kadzib Al-Muftari,
Ibnu Asakir, hal: 45, bab: berita gembira Nabi Saw. atas kedatangan Abu
Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat beliau terkait ilmu Abu Hasan
Al-Asy’ari.
[6] HR. Abu Nu’aim dalam Hulyat Al-Awliyâ` (9/65), Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (2/61), Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi'i (1/26). Baca juga; Tahdzib Al-Kamal (24/363-364).
[7] HR. Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain
(1/168), hadits nomor 307. Hakim menyatakan, hadits ini shahih sesuai
syarat Muslim, hanya saja Al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrij hadits
ini. HR. At-Tirmidzi dalam sunannya, kitab ilmu, bab riwayat tentang
seorang ahlul ilmi Madinah, hal: 608, hadits nomor 3680. At-Tirmidzi
menyatakan, hadits ini hasan. HR. An-Nasa`i dalam As-Sunan Al-Kubra (2/483) hadits nomor 4291, semuanya menyebut hadits di atas dengan matan, “Menunggangi di atas jantung unta,” (maksudnya bepergian untuk mencari ilmu ke Madinah dengan menunggangi unta) sementara riwayat lain menyebut matan berbeda.
[8] Shahih Al-Bukhari, kitab awal penciptaan, bab riwayat terkait firman Allah Swt., “Dan
Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian
mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu
adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Rûm [30]: 27) Hal: 532, hadits nomor 3191, dengan sedikit tambahan matan.
[9] Shahih Al-Bukhari, kitab tauhid, bab ayat 7 surat Hûd, hal: 1276, hadits nomor 7418.
[10] Ath-Thabaqat Al-Kubra, Asy-Syafi'i (3/362), bagian biografi Imam Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, nomor 223, baca juga: Tabyin Kadzib Al-Muftari,
Al-Hafidz Ibnu Asakir, hal: 51, bab: riwayat berita gembira Nabi Saw.
atas kedatangan Abu Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat Nabi Saw. untuk
ilmu Abu Hasan.
[11] Ath-Thabaqat Al-Kubra, Asy-Syafi'i (3/362), bagian biografi Imam Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, nomor 223, baca juga: Tabyin Kadzib Al-Muftari,
Al-Hafidz Ibnu Asakir, hal: 51, bab: riwayat berita gembira Nabi Saw.
atas kedatangan Abu Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat Nabi Saw. untuk
ilmu Abu Hasan.
[12] HR. Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain
(4/468). Hakim menyatakan, sanad hadits ini shahih, namun Al-Bukhari
dan Muslim tidak mentakhrijnya. Pernyataan ini disetujui oleh Dzahabi.
HR. Al-hafidz Ibnu Abdilbarr dalam Al-Isti’ab (1/170) dan dinyatakan, sanadnya shahih. Al-Hafidz Haitsami menyebutkan dalam Majma’ Az-Zawa`id (6/232), diriwayatkan Ahmad, Bazzar, dan Thabarani, para perawi hadits ini terpercaya.
[13] Baca; Nuniyyat Ibni Qayyim
(2/310). Ibnu Qayyim membuat satu pasal khusus dengan judul: penjelasan
bahwa Muaththilah lebih buruk dari orang musyrik. Yang dia maksud
Muaththilah adalah para imam ahlulhaq ahlussunnah wal jamaah Asya’irah
dan Maturidiyah.
Muhammad Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar