Selasa, 03 Januari 2012

Hukum Qurban

Hukum  berqurban :
Pada dararnya Hukum Berqurban Adalah sunah muakkad yang sangat dianjurkan untuk setiap muslim..Namun apabila dinazarkan (aku nazar untuk mengeluarkan hewan qurban atau dengan ucapan  ini sebagai hewan qurban ku" atau :"aku jadikan ini hewan qurbanku) Maka Qurbanya Menjadi Wajib.
Dalil :
Alquran: “Maka bertasbihlah atas nama tuhanmu dan menyembelihlah.”
Hadits : “Tidak ada pekerjaan anak adam yang paling disenangi Allah di hari raya iedul adha Melebihi dari menyembelihan hewan qurban.”
Hewan yang boleh dijadikan qurban :
1.Kambing
2.Sapi/Kerbau
3.Unta
Kambing
- Kambing kacang/Kambing Jawa Yang Telah berumur 2 thn atau diatas 1 thn apabila sudah kupak (ompong)     giginya.
- Kambing kibas(domba) : berumur 1 thn atau diatas 6 bln apabila sudah kupak (ompong) giginya.
Sapi
- Minimal berumur 2 thn.
Unta
- Minimal berumur 5 thn.
Waktu memotong hewan qurban :
Dari hari raya sekira kira selesai solat idul adha sampai tanggal 13 zulhijah/ 3 hari setelah lebaran selepas magrib.(tanggal 10,11,12 & 13 dzulhijjah)
-Syarat syarat hewan qurban:
1.matanya tidak picek
2.kakinya tidak pincang (Jika berjalan/berlari dengan kawannya tertinggal)
3.Tidak terkena penyakit yang berpengaruh pada kerusakan dagingnya.
4.Tidak boleh cacat seperti :
Terputus bagian dari kuping atau buntutnya,Tetapi Jika kuping hewan qurban dilubangi atau sobek tetapi masih menempel di bagian kupingnya sah untuk  qurban.Begitu Juga Apabila tanduknya terputus tanpa merusak dagingnya Itupun sah untuk qurban.Apabila Hewan qurban terlahir tanpa tanduk atau buntut syah untuk dijadikan qurban,Berbeda halnya jika Hewan Qurban terlahir tanpa  kuping,Maka Hewan Tersebut Tidak Boleh Dijadikan hewan Qurban..
5.Jika hewan qurban dikebiri sah qurbannya,karena tujuannya adalah penggemukan.
6.Hewan jantan,Hewan yang Betina Juga boleh dijadikan Qurban jika tidak sedang hamil..
Yang Perlu Diperhatikan :
- Pemilik hewan qurban dilarang menjual daging korbannya.
- Dilarang memberikan kulit atau kepala hewan kurban sebagai upah untuk orang yang memotongnya.Yang dimaksud si Pemotong qurban dalam hal ini tentu adalah orang yang diwakilan untuk memotong atau menyembelih bukan pemilik qurban itu sendiri.jika sipemotong diberikan kaki dan kepala atau kulit sebagai upah pemotongan,maka hukumnya tidak boleh,karena dengan demikian bagian yang diberikan tadi dijual.sedang orang yang menjual bagian qurbannya maka tidak ada udhiyah/qurban baginya atau dengan kata lain tidak sah qurbanya.
- Daging hewan qurban yang dinazari wajib disedekahkan seluruhnya dan tidak boleh dimakan sedikitpun olehnya dan keluarganya.
-      Adapun yang tidak dinazari sedikit dikitnya harus disedekahkan walau hanya segenggam daging   dan afdholnya kerabat sepertiga,sedekah sepertiga,dan dimakan sepertiga.dan lebih afdhol lagi disedekahkan semuanya kecuali hatinya di makan untuknya.
-       Satu ekor kambing untuk satu orang.
-       Satu ekor sapi,Kerbau atau onta maksimal untuk tujuh orang.


»»  Baca Selanjutnya...

Ahlussunnah dan Kemuliaan pengikutnya

بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji hanya kami persembahkan untuk-Mu, wahai yang tidak memiliki sekutu, tiada tanding tiada banding. Maha Tinggi dan Maha Suci Engkau dari sifat-sifat makhluk, tiada sesuatu pun juga sebelum-Mu, juga tiada apapun yang menyertai-Mu. Engkau Yang pertama tanpa permulaan, akhir tanpa batas. Tiada suatu pun makhluk yang menyerupai-Mu. Maha Suci Engkau untuk memiliki ruang ataupun waktu, pujian seorang hamba yang mengakui keesaan-Mu, memahasucikan-Mu dari batas dan ujung.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat. (QS. Asy-Syûrâ [42]: 11). Shalawat teriring salam semoga Allah limpahkan pada panutan kita, penyejuk mata dan hati kita Al-Mushthafa beserta keluarga dan sahabatnya.
Menanggapi maraknya komentator bodoh dari kelompok wahabi-salafi yang gemar menyesatkan dan meng-klaim diri mereka sebagai ahlussunnah wal jama’ah, tetapi juga mengkafirkan tokoh-tokoh sunni karena beraqidah Asy‘ari atau shufi, yang sering kita dengar dari para penceramah pemecah belah ummat dari radio dan media lain, khususnya radio Yang menyesatkan dan gerombolan-nya, kami berkewajiban menjelaskan yang sebenarnya sebagai seorang muslim, agar umat ini tidak tertipu dengan propaganda mereka.
Kebodohan, hawa nafsu, bid’ah dan pelanggaran terhadap apa yang Allah SWT turunkan akan semakin meningkat dengan semakin jauhnya manusia dari era kenabian dan masa salaf shalih. Kini, kita berada di masa munculnya sebagian orang dengan berbagai macam tindakan nyeleneh sebagai fokus utama, menyalahi salaf umat, ahlussunnah wal jamaah, bercirikan Asya’irah dan Maturidiyah. Bahkan mereka membalikkan fakta, menganggap diri mereka ahlussunnah, menganggap ahlussunnah sebagai ahli bid’ah, mengaku sebagai pengikut salaf padahal salaf terbebas dari mereka. Mustahil ada salaf yang bodoh, menyerukan dan menyamakan Allah SWT dengan makhluk, karena mereka adalah hamba-hamba Allah SWT terbaik, dan mendapat pengakuan baik secara langsung dari pemimpin seluruh manusia, Rasulullah SAW.
Perlu diketahui, ahlussunnah wal jamaah, para pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi, mereka adalah para pengikut salaf, pengikut empat madzhab; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan para tokoh Hanabilah. Mereka adalah mayoritas terbesar umat ini, imam-imam agama yang lurus ini. Kami ikuti para pemberi petunjuk itu dengan sepenuh hati. Terdapat berita gembira berupa isyarat untuk kedua imam ini dan para pengikutnya dalam sabda Rasulullah SAW. Juga terdapat isyarat yang mengabaikan siapapun yang menyalahi mereka, mereka terlepas dari islam layaknya anak panah terlepas dari busur. Berikut jelasnya;
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW., beliau bersabda,
أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ أَفْئِدَةً وَأَلْيَنُ قُلُوبًا الْإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
“Penduduk Yaman mendatangi kalian. Mereka adalah manusia yang paling halus nurani, paling lembut hati. Keimanan (terbaik adalah) iman (penduduk) Yaman, dan hikmah (terbaik adalah) hikmah (penduduk) Yaman.”[1]
Juga disebutkan dalam hadits Al-Bukhari; diriwayatkan dari Umran bin Hushain ra., ia berkata,
جَاءَتْ بَنُو تَمِيمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبْشِرُوا يَا بَنِي تَمِيمٍ قَالُوا أَمَّا إِذْ بَشَّرْتَنَا فَأَعْطِنَا فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى إِذْ لَمْ يَقْبَلْهَا بَنُو تَمِيمٍ قَالُوا قَدْ قَبِلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Bani Tamim mendatangi Rasulullah SAW. kemudian beliau bersabda, ‘Bergembiralah wahai Bani Tamim.’ Mereka bilang, ‘Kalau engkau memberi kami berita gembira, maka berilah kami (harta).’ Wajah Rasulullah SAW. berubah (karena marah), kemudian beberapa orang Yaman datang lalu nabi SAW. bersabda, ‘Terimalah berita gembira jika Bani Tamim tidak mau menerimanya.’ Bani Tamim kemudian berkata, ‘Kami terima, wahai Rasulullah’.”[2]
Abu Musa Al-Asy’ari adalah orang Yaman. Al-Bukhari memberi judul hadits di atas sebagai berikut; bab: kedatangan orang-orang Asy’ari dan penduduk Yaman. Abu Musa meriwayatkan dari nabi SAW. bersabda, beliau bersabda, “Mereka golonganku, dan aku juga berasal dari mereka.”[3]
Allah SWT. berfirman,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 54) Nabi SAW. bersabda, “Mereka adalah kaum orang ini.” An-Nasa`i menepukkan tangan ke dada Abu Musa Al-As’yari ra.[4]
Syaikhul Islam Imam Tajuddin As-Subki rhu. menjelaskan, Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam At-Tabyîn[5] menyebutkan hadits-hadits terkait hal ini. Singkat katanya sebagai berikut; ulama kita menjelaskan, Nabi SAW. memberikan isyarat berita gembira untuk Abu Hasan Al-Asy’ari, seperti halnya Nabi SAW. memberi berita gembira berupa isyarat untuk Abu Abdullah Asy-Syafi'i rhu. dalam hadits, “Seorang ahlul ilmi dari Quraisy memenuhi seluruh penjuru bumi dengan ilmu.[6] Berita gembira untuk Malik dalam hadits,
يُوشِكُ أَنْ يَضْرِبَ النَّاسُ أَكْبَادَ الْإِبِلِ يَطْلُبُونَ الْعِلْمَ فَلَا يَجِدُونَ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْ عَالِمِ الْمَدِينَةِ
Sudah hampir tiba masanya, orang-orang menunggangi unta (untuk mencari ilmu), mereka tidak menemukan seorang alim pun yang lebih pandai melebihi seorang alim dari Madinah.[7] Di antara para hafidz dan ahli hadits yang setuju dan sependapat dengan takwil di atas –maksudnya takwil terkait Imam Asy’ari- adalah Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi seperti yang disampaikan oleh Yahya bin Fadhl Al-Umari dalam bukunya; bercerita kepada kami, Wahb bin Jarir dan Abu Amir Al-Aqadi bercerita kepada kami, keduanya berkata, “Saat turun ayat ini ‘Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 54) Nabi SAW. berisyarat menunjuk ke arah Abu Musa, beliau bersabda, “Mereka adalah kaum orang ini.
Al-Baihaqi menjelaskan, Imam Abu Hasan Al-Asy’ari memiliki keutamaan dan tingkatan mulia, karena beliau berasal dari kaum Abu Musa Al-Asy’ari dan keturunannya yang diberi ilmu dan pemahaman, mereka diberi keistimewaan memperkuat sunnah dan menghancurkan bid’ah dengan memperlihatkan hujah dan menampik syubhat. Tepat jika Rasulullah SAW. mengisyaratkan kaum Abu Musa sebagai kaum yang dicintai Allah SWT dan mereka juga cinta Allah SWT karena Nabi SAW tahu kebenaran agama dan keyakinannya yang kuat. Karena itu, siapapun yang mengikuti mereka dalam ilmu ushul, menafikan syubhat, berpijak pada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW., ia termasuk dalam golongan mereka. Demikian penjelasan Al-Baihaqi.
Kami (Imam Tajuddin As-Subki) menyatakan, namun kami tidak memastikan atas Rasulullah SAW, kemungkinan Rasulullah SAW menepuk dada Abu Musa Al-Asy’ari dalam kisah hadits di atas adalah sebagai isyarat kabar gembira untuk keturunannya yang kesembilan, yaitu Syaikh Abu Hasan. Nabi SAW. memiliki sejumlah isyarat yang hanya difahami oleh mereka yang mendapat taufiq dan diteguhkan oleh cahaya Allah SWT., mereka yang memiliki ilmu mendalam dan memiliki mata batin yang memburat. Allah SWT. berfirman,
وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun.” (QS. An-Nûr [24]: 40)
Diriwayatkan dari Mujahid terkait firman Allah SWT.,
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” (QS. Al-Mâ`idah [5]: 54) Ia berkata, “Mereka adalah suatu kaum dari Saba’.” Ibnu Asakir berkata, “Para pengikut Asy’ari adalah kaum dari Saba’.” Ulama kita menjelaskan, Nabi SAW. tidak menyampaikan suatu hadits pun tentang ushuluddin seperti yang beliau sampaikan kepada kalangan pengikut Asy’ari. Mereka adalah kaum yang secara khusus diberi ilmu seperti yang mereka minta kepada Rasulullah SAW. Disebutkan dalam kitab shahih Al-Bukhari;
إِنِّي لَجَالِسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ قَوْمٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى يَا بَنِي تَمِيمٍ قَالُوا بَشَّرْتَنَا فَأَعْطِنَا فَدَخَلَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالَ اقْبَلُوا الْبُشْرَى يَا أَهْلَ الْيَمَنِ إِذْ لَمْ يَقْبَلْهَا بَنُو تَمِيمٍ قَالُوا قَبِلْنَا جِئْنَاكَ لِنَتَفَقَّهَ فِي الدِّينِ وَلِنَسْأَلَكَ عَنْ أَوَّلِ هَذَا الْأَمْرِ
“Suatu ketika aku duduk di dekat Nabi SAW, tidak diduga ada sekelompok kaum dari Bani Tamim mendatangi beliau, beliau bersabda, ‘Terimalah kabar gembira, wahai Bani Tamim.’ Mereka bilang, ‘Kalau engkau memberi kami berita gembira, maka berilah kami (harta).’ Kemudian beberapa orang dari Yaman datang lalu nabi SAW bersabda, ‘Terimalah berita gembira wahai penduduk Yaman, jika Bani Tamim tidak menerimanya.’ Bani Tamim berkata, ‘Kami terima, kami datang untuk mendalami agama dan menanyakan awal mula agama ini’.” Demikian matan salah satu riwayat Al-Bukhari. Riwayat lain menyebutkan; “Kami datang untuk menanyakan urusan (agama) ini kepadamu.” Beliau menjawab, “Allah ada sementara tidak ada sesuatupun ada selain-Nya.[8] Riwayat lain menyebutkan; “Dan tidak ada sesuatu pun sebelum-Nya, ‘Arsy-Nya berada di atas air, kemudian Ia menciptakan langit dan bumi, menuliskan takdir segala sesuatu.[9] Demikian penjelasan Imam Subki.[10]
Tajuddin Subki juga menjelaskan, perlu diketahui, Abu Hasan tidak menciptakan pendapat ataupun madzhab baru, ia hanya menegaskan madzhab-madzhab salaf, membela faham dan amalan para sahabat Rasulullah SAW. Berafiliasi pada salaf tidak lain adalah sebagai ungkapan untuk mengikuti dan berpegang teguh pada jalan yang ditempuh salaf, menegakkan bukti-bukti nyata dan hujah kepadanya. Maka, siapapun yang mengikuti dan meneladani Abu Hasan dalam menarik kesimpulan berbagai dalil, dia disebut Asy’ari (pengikut Asy’ari).[11]
Demikian penjelasan terkait Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Sementara terkait Imam Abu Manshur Al-Maturidi, terdapat berita gembira untuknya berupa isyarat sabda Nabi SAW.,
لَتُفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الْأَمِيرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ
“Kalian akan menaklukkan Kostantinopel, pemimpin terbaik adalah pemimpin pasukan itu, dan pasukan terbaik adalah pasukan itu.”[12] Seperti diketahui, yang menaklukkan Kostantinopel adalah Muhammad Al-Fatih, ia bermadzhab Hanafi-Maturidi dan seorang sufi, dan pasukan yang dimaksud adalah para pengikut Asy’ari dan Maturidi. Andai mereka adalah kelompok Jahmiyah, Muaththilah dan orang-orang musyrik seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim dalam An-Nûniyyah,[13] bagaimana mungkin mendapat pujian dari Rasulullah SAW.
Kesepakatan para ahlul ilmi menyebut Imam Abu Manshur Al-Maturidi dengan julukan imamul huda (imam petunjuk) sudah cukup membuktikan keutamaan yang beliau miliki. Allah SWT. melakukan apapun yang Ia kehendaki dan Ia ridhai.
Sekelumit dari isyarat Rasullah SAW tentang ahlussunnah agar kita lebih yakin dan tidak mudah terombang ambing oleh dakwah bodoh orang-orang yang menisbahkan diri pada salaf dan bahkan sahabat, padahal itu hanya lamunan yang tak akan bisa di buktikan keotentikan nisbah kaum wahabi salafi pada salaf baik dari nasab, sanad dan apapun selain klaim belaka. Jika mereka pengikut salah wajah mereka tak akan masam seperti yang banyak kita saksikan.
Muhammad Ahmad.


[1] Shahih Al-Bukhari, kitab: peperangan, bab: kedatangan Al-Asy’ari dan penduduk Yaman, hal: 744, hadits nomor 4388.
[2] Shahih Al-Bukhari, kitab: peperangan, bab: kedatangan Al-Asy’ari dan penduduk Yaman, hal: 744, hadits nomor 4386.
[3] Ibid.
[4] Hadits dengan matan di atas diriwayatkan oleh Al-Hafidz Ibnu Asakir dalam Tabyin Kadzib Al-Muftari, hal: 49, juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (12/123) nomor 12311, Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir (17/371), nomor 1016, dan lainnya dari Iyadh Al-Asy’ari. Al-Hafidz Al-Haitsami menyatakan dalam Majma’ Az-Zawa`id (7/80), seluruh perawi hadits ini adalah para perawi riwayat kitab shahih.
[5] Baca; Tabyin Kadzib Al-Muftari, Ibnu Asakir, hal: 45, bab: berita gembira Nabi Saw. atas kedatangan Abu Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat beliau terkait ilmu Abu Hasan Al-Asy’ari.
[6] HR. Abu Nu’aim dalam Hulyat Al-Awliyâ` (9/65), Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (2/61), Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi'i (1/26). Baca juga; Tahdzib Al-Kamal (24/363-364).
[7] HR. Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain (1/168), hadits nomor 307. Hakim menyatakan, hadits ini shahih sesuai syarat Muslim, hanya saja Al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrij hadits ini. HR. At-Tirmidzi dalam sunannya, kitab ilmu, bab riwayat tentang seorang ahlul ilmi Madinah, hal: 608, hadits nomor 3680. At-Tirmidzi menyatakan, hadits ini hasan. HR. An-Nasa`i dalam As-Sunan Al-Kubra (2/483) hadits nomor 4291, semuanya menyebut hadits di atas dengan matan, “Menunggangi di atas jantung unta,” (maksudnya bepergian untuk mencari ilmu ke Madinah dengan menunggangi unta) sementara riwayat lain menyebut matan berbeda.
[8] Shahih Al-Bukhari, kitab awal penciptaan, bab riwayat terkait firman Allah Swt., “Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Rûm [30]: 27) Hal: 532, hadits nomor 3191, dengan sedikit tambahan matan.
[9] Shahih Al-Bukhari, kitab tauhid, bab ayat 7 surat Hûd, hal: 1276, hadits nomor 7418.
[10] Ath-Thabaqat Al-Kubra, Asy-Syafi'i (3/362), bagian biografi Imam Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, nomor 223, baca juga: Tabyin Kadzib Al-Muftari, Al-Hafidz Ibnu Asakir, hal: 51, bab: riwayat berita gembira Nabi Saw. atas kedatangan Abu Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat Nabi Saw. untuk ilmu Abu Hasan.
[11] Ath-Thabaqat Al-Kubra, Asy-Syafi'i (3/362), bagian biografi Imam Abu Hasan Ali bin Isma’il Al-Asy’ari, nomor 223, baca juga: Tabyin Kadzib Al-Muftari, Al-Hafidz Ibnu Asakir, hal: 51, bab: riwayat berita gembira Nabi Saw. atas kedatangan Abu Musa dan penduduk Yaman, dan isyarat Nabi Saw. untuk ilmu Abu Hasan.
[12] HR. Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain (4/468). Hakim menyatakan, sanad hadits ini shahih, namun Al-Bukhari dan Muslim tidak mentakhrijnya. Pernyataan ini disetujui oleh Dzahabi. HR. Al-hafidz Ibnu Abdilbarr dalam Al-Isti’ab (1/170) dan dinyatakan, sanadnya shahih. Al-Hafidz Haitsami menyebutkan dalam Majma’ Az-Zawa`id (6/232), diriwayatkan Ahmad, Bazzar, dan Thabarani, para perawi hadits ini terpercaya.
[13] Baca; Nuniyyat Ibni Qayyim (2/310). Ibnu Qayyim membuat satu pasal khusus dengan judul: penjelasan bahwa Muaththilah lebih buruk dari orang musyrik. Yang dia maksud Muaththilah adalah para imam ahlulhaq ahlussunnah wal jamaah Asya’irah dan Maturidiyah.
Muhammad Ahmad.
»»  Baca Selanjutnya...

Habib Umar Bin Muhammad Bin Hafidz bin syehabubakar

Beliau dilahirkan sebelum fajar hari senin, 4 Muharram 1383 H / 27 Mei 1963M di Kota Tarim. Di kota yang penuh berkah inilah beliau tumbuh dan menerima didikan agama serta menghafal kitab suci al-Quran dalam keluarga yang terkenal iman, ilmu dan akhlak yang luhur. Guru pertamanya sudah tentu ayah beliau yaitu Habib Muhammad bin Salim yang juga merupakan Mufti Kota Tarim al-Ghanna itu.


Nasab
Beliau adalah al-Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz bin ‘Abdullah bin Abubakar bin ‘Aidrus bin al-Hussain bin al-Shaikh Abubakar bin Salim bin ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin al-Shaikh ‘Abdurrahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Daweela bin ‘Ali bin ‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Sahib al-Mirbat bin ‘Ali Khali‘ Qasam bin ‘Alawi bin  Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Ubaidallah bin al-Imam al-Muhajir illallah Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad bin  ‘Ali al-‘Uraidi bin Ja'far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali bin Abi Thalib dan Fatimah al-Zahra binti Rasululloh Muhammad s.a.w.
Biografi
Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan.
Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da'wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikr.
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk salat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.
Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah.
Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah s.a.w.
Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.
Tak lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga beliau dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib 'Attas al-Habashi.
Sejak itulah nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.
Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan.
Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah. Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15 setelah hari kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah dirampas dari mereka.
Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau. Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.
Karya
Disamping sebagai Da’i, Habib Umar juga penulis yang produktif. Karya-karyanya tidak sebatas ilmu Fiqih, beliau juga mengarang beberapa kitab tasawuf dan maulid. Kitab yang ditulis antara lain :
• Diyaul Lami ( Maulid Nabi Muhammad SAW )
• Dhakhira Musyarofah ( Fiqih )
• Muhtar Ahadits ( Hadits )
• Nurul Iman ( akidah )
• Durul Asas ( Nahwu )
• Khulasah Madani an-Nabawi ( zikir )
• Tsaghafatul Khatib ( pedoman Khutbah )
Wasiat dan Nasihat
Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah
Barang siapa Semakin mengenal kepada Allah niscaya akan semakin takut.
Barang siapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung dan barang siapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
Barang siapa menjadikan kematiaannya sebagai pertemuan dengan sang kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
Barang siapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barang siapa percaya pada risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barang siapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya.
Kedekatan seseorang dengan para nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini.
Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya.
Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti.
Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya.
Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan.
Barang siapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut.
Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian), lebih baik daripada melihat arsy dan seisinya seribu kali.
Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW merupakan permulaan untuk fana pada Allah (lupa selain Allah)
Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran.
Barang siapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan.
Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya.
Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi da’i dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik.
Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasih-Nya.
Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adat (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya.
Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi.
Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada kholiq (pencipta) dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Kholiq.
Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman.
Hakikat tauhid adalah membaca Al Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat).
Barang siapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah.
Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.
Sumber; Wikipedia
»»  Baca Selanjutnya...

Biografi Habib Zein bin Ibrahim bin Smith

Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936 M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh dikatakan sangat religius. Guru-gurunya ialah Habib Muhammad bin Salim bin Hafiz, Habib Umar bin Alwi al-Kaf, Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim, Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan, Habib Salim bin Alwi Al-Khird, Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, Habib Muhammad Al-Haddar (mertuanya). pada usia empat belas tahun(1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya kota Tarim.


Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan. Menyadari mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah ulama setempat, berpindah dari madrasah satu kemadrasah lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Dipesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya. Disana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan(mukhtashar) dalam bidang fikih kepada Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, di bawah asuhan Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri. Tak cukup disitu, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya. Dalam penyampaiannya diTarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, Syekh Salim Sa’id Bukhayyir Bagitsan, Habib Salim bin Alwi Al-Khird, Syekh Fadhl binMuhammad Bafadhl, Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, Habib Ja’far bin Ahmad Alaydrus, Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar bin Abdullah Al-Atthas. Selain menimba ilmu disana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi Assaqof, Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Smith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal disana, yaitu kurang lebih delapan tahun. Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah kekota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman, untuk mengajar di ribath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar. Dalam perjalanan kesana, Habib Zain singgah dulu dikediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannyadi Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, disanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar. Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’e. Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz selama 12 tahun, Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim Assyatiri menguruskan Rubath di Madinah,Setelah itu Habib Salim telah berpindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim. Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zay dan Al-Syanqiti Al-Maliki. Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmad bin Muhammad Hamid Al-Hasani dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Habib Zain seorang yang tinggi kurus, Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya. Di waktu pagi Habib Zain keluar bersholat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah setelah asar hingga maghrib.
»»  Baca Selanjutnya...

Makanan Halalan Thayyiban (Part 3)

Adab makan dan minum
Rasulullah SAW mengajarkan makan dan minum di mulai dari doa, yakni makan-minum di niatkan untuk beribadah, mencuci tangan, menggunakan tangan kanan, tidak sambil bersandar, tidak sambil berjalan-jalan, tidak mengambil makan bagian tengah dan tidak berlebihan.
Salah satu anjuran Rasulullah adalah makan bersama. Keberkahan tercurah pada makanan yang dikonsumsi secara bersama-sama. Menyantap hidangan dalam satu wadah secara bersamamerupakan sikap untuk melatih diri dalam menghindarkan keserakahan, ketamakan , loba dan rakus.
Pengalaman makan bersama dapat kita tengok sebagaimana dilakukkkan para santri di pesantren. Mereka makan di nampan secara bersama-sama hingga delapan sampai sepuluh orang. Mereka tidak langsung menyantap bagian tengah yang berisi lauk pauk, namun memulai dari bagian pinggir nampan. Rasulullah SAW bersabda. “Berkumpullah kalian dalam menyantap hidangan kalian, niscaya keberkahan menyertai kalian pada hidangan itu.”
Sebuah riwayat menyebutkan, Wahsyi bin Harb berkata. “Para sahabat Rasulullah, kami telah makan, tetapi mengapa kami tidak merasa kenyang? Beliau SAW balik bertanya, ‘Apakah kalian makan sendiri-sendiri?’ mereka menjawab, ‘ya.’ , Rasulullah bersabda,’ berkumpullah kalian ketika makan dan sebutlah nama Allah, agar Dia berkenan memberikan berkah kepada kalian ketika kalian makan.”
Masalahh yang ada dalam kehidupan kita, banyak masyarakat yang kekurangan makanan, sehingga mereka kelaparan atau kekurangan gizi. Namun ada pula sementara masyarakat yang kelebihan, rakus dan akhirnya mubadzir.
Batas berlebihan dalam makan dan minum adalah apa yang di sebdakan Nabi SAW, “sesungguhnya termasuk sikap berlebih-lebihan adalah engkau memakan semua yang engkau inginkan(memanjakan selera).” Allah berfirman.”dan makanlah dan minumlah kalian semua dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” – QS AL-A’raf (7): 31.
Dii antara sikap berlebih-lebihan itu adalah pemborosan. Bahkan dalam Al-Qur’an di sebutkan , “sesungguhnya orang yang melakukkan pemborosan termasuk kawan setan.”- QS Al-Isra’ (17): 27.
Mengapa kita tidak boleh makan-minum berlebihan, Rasulullah membuka rahasiianya, “ Lambung adalah kolam tubuh. Ke sana cairan mengalir. Apabila lambung sehat, cairan akan keluar dengan membawa kesehatan. Dan apabila lambung sakit, cairan akan keluar dengan membawa penyakit.” Bahkan rasulullah melarang orang yang sehabis makan tidur, sebab akan menjadi hati orang tersebut menjadi keras. Dalam ilmu kesehatan , perilaku seperti ini membuat kadar gula darah naik, sehingga dia akan malas, baik dalam aktivitas sehari-hari maupun ibadah.
Salah satu cara mencegah supaya kita tidak tergoda makan-minum adalah berpuasa. Puasa senin-kamis, puasa nabi Dawud, yaitu sehari puasa sehari tidak dan lain-lain.
SB, sumber : Agar Hidup selalu berkah, oleh Habib Sarief Muhammad Alaydrus, Mizania, Bandung, 2009
»»  Baca Selanjutnya...

Makanan Halalalan Thayyiban (part 2)

Cika  bakal keturunan
Makanan yang haram tidak mengandung berkah, dan berdampak malas serta berat untuk melakukkan ibadah. Maka, selektiflahh dalam memilih makanan. Allah berfirman “dan makanlah(makanan) yang halal lagi baik dari rizqi yang telah Allah anugrahkan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah, yang kamu sekalian beriman kepada-Nya” – QS Al-Ma’idah (5): 88.
Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berakar kata halla, artinya lepas atau tidak terikat. Yakni, boleh dillakukkan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan hokum yang melalarangny. Adapun halal dalam konteks makanan dan minuman adalah boleh di konsumsi, diproduksi dan dikomersialisasikan.
Kata “yang baik”, thayyib, memiliki arti lezat, baik, bersih dan paling utama. Adapun kaitannya dengan makanan atau minuman yakni makanan atau minuman yang tidak kotor dari segi dzatnya atau tidak rusak karenan kadaluarsa, misalnya. Makanan yang thayyib pun dapat diartikan makanan yang thayyib pun dapat diartikan makanan yang proporsional yakni, makanan yang sesuai dengan kapasitas fisik, kadar gizi dan wakru saat makan. Allah berfirman “Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik (halalan thayyiban) dari apa yang terdapat di muka bumi dan jangganlah mengikuti langkah-langkah setan, karena sesuungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata baggi kamu sekalian.” – QS Al-Baqarah (2); 168. Dalam konteks makanan atau minuman, langkah-langkah setan bermakna tergesa-gesa, rakus, suka kepada yang najis atau haram dan sifat-sifat jelek lainnya.
Salah satu keberkahan yang di dapat dari makanan, kita dalam kondisi sehat, sehingga dapat melaksanakan semua yang menjadi tuga dan kewajiaban kita, yaitu beribadah kepada Allah dalam segala bidang kehidupan.
Makanan yang dikonsumsi juga akan menjadi nuthfah, saripati, yang selanjutnya menjadi mudhghah dan alaqah, cikal bakal keturunan manusia. Itulah, menjaga keturunan yang baik dimuali dari menjaga makanan atau minuman, yakni halalan thayyiban.
»»  Baca Selanjutnya...

Makanan Halalan Thayyiban (part 1)

“dan makanlah(makanan) yang halal lagi baik dari rizqi yang telah Allah anugrahkan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah, yang kamu sekalian beriman kepada-Nya” – QS Al-Ma’idah (5): 88
Pada alkisah edisi 26/2010, telah ditulis ihwal barakah pada penghuni rumah tangga. Nah, edisi ini tentang keberkahan makanan.
Keberkahan makanan atau minuman yang kita konsumsi bermula dari kehalalan cara kita memperolehnya, dan cara mengolahnya. Setelah itu, kita berserah diri kepada Allah SWT dengan doa Allahumma Barik lana fi ma razaqtana wa qina adzabannar (Ya Allah, berikan keberkahan kepada kami berupa rizqi yang Engkau berikan, dan peliharalah kami dari siksa neraka).
Makna rizqi dalam doa ini luas, yakni apa saja yang dikaruniakan Allah kepada kita.karena itulah, mengiringi doa di atas, sebuah tips untu mendapatkan keberkahan rizqi disampaikan Rasulullah SAW kepada Umutnya. Beliau mengawali perkerjaan dengan bacaan basmalah dan di akhiri dengan baca hamdalah.
Tidak jarang, orang mengonsumsi makanan hanya karena ingin kenyang dan mendapatkan kenikmatan serta kelezatan yang bersifat sementara, tanpa berfikir dampaknya setelah menyantapnya. Sementara bagi seorang muslim, makan dan minum tidak hanya membuat fisik menjadi sehat dan kuat. Jika dilakukkan dengan pola dan waktu yang teratur, jenis makanan dan minuman-minumannya bersih, baik, lagi halal, kemudian dilakukkan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, yakni menggunakan adab islam, makanan atau minuman itu akam membuat kita memndapatkan kesehatan jasmani dan rohani.
Salah satu contoh dalam adab makan dan minum adalah membaca basmalah dan berdoa. Ini sebagai wujud sikap hamba yang selalu berdzikir dan bersyukur kepada Allah. Bahkan Rasul bersabda “ setiap perbuatan yang memiliki nilai kebaikan, jika tidak di awali  dengan kalimat basmalah, maka akan rusak atau cacad”
Ad-Darami meriwayatkan bahwa Aisyah RA berkata” Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW sedang memakan suatu hidangan bersama enam orang sahabatnya, lalu datanglah seorang Arab Badwi mengambil dua suap dari hidangan tersebut. Nabi SAW bersabda “ Seandainya dia menyebut nama Allah, cukuplah hidangan (makanan tersebut memiliki berkah) bagi kamu sekalian. Apabila dari kalian hendak makan, sebutlah nama Allah. Apabila lupa menyebut nama Allah, hendaklah membaca Bismillahi awwalahu wa akhirahu (dengan menyebut nama allah, di awal dan di akhir)”.”
»»  Baca Selanjutnya...